UU BUMN Digugat Mahasiswa UI: DPR Dituding Main Sikat Tanpa Dengar Suara Rakyat

24

Mahasiswa UI menggugat UU BUMN ke MK

Jakarta – Dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia meledakkan bom hukum di Mahkamah Konstitusi (MK)! Mereka resmi mengajukan gugatan uji formil atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang dianggap cacat lahir—karena disahkan tanpa melibatkan rakyat!

Dalam sidang pendahuluan yang digelar Kamis (8/5/2025) di Gedung MK, kuasa hukum para pemohon, Nicholas Indra Cyrill Kataren, menyebut pengesahan UU BUMN itu “asal ketok” dan minim partisipasi publik.“

“Pengesahan undang-undang a quo tidak melibatkan partisipasi publik, sehingga menciptakan meaningless participation,” ujar Nicholas lantang.

Ia menegaskan bahwa UU BUMN yang menyangkut hajat besar negara seharusnya dibahas terbuka, transparan, dan mengajak masyarakat terlibat secara bermakna. Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya.

Pasal Konstitusi Dilanggar!

Para pemohon menyoroti bahwa proses pengesahan UU ini diduga kuat melanggar Pasal 22A UUD 1945, yang jelas-jelas mewajibkan tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.

Selain itu, Pasal 5 huruf a, e, d, dan f UU Nomor 12 Tahun 2011 juga dijadikan senjata oleh mahasiswa UI tersebut. Pasal ini menegaskan bahwa semua asas pembentukan peraturan harus dipenuhi secara kumulatif, bukan sepotong-sepotong.

“DPR kami nilai melanggar prosedur, dan akibatnya, hak konstitusional kami sebagai warga negara ikut diinjak-injak,” kata Nicholas.

Petitum: Batalkan UU BUMN Sekarang Juga!

Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK untuk menyatakan UU 1/2025 tidak sah karena tidak memenuhi syarat pembentukan peraturan sebagaimana amanat UUD 1945. Mereka juga menuntut agar UU ini dicabut karena bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

UU Kontroversial: KPK Bisa Mandul!

UU BUMN ini memang sedang jadi buah bibir. Salah satu pasalnya, Pasal 3X Ayat (1), menyebut bahwa organ dan pegawai BUMN bukanlah penyelenggara negara. Bahkan, Pasal 9G menegaskan direksi, komisaris, dan pengawas BUMN juga bukan penyelenggara negara.

Lho, kok bisa?

Status ini berpotensi melumpuhkan KPK, karena lembaga antirasuah itu hanya bisa menyelidiki penyelenggara negara. Jika direksi BUMN tak lagi masuk kategori itu, maka korupsi di tubuh BUMN bisa lolos dari radar KPK. Bahaya, kan?

(Aldo)