Ribuan ponsel dan senjata tajam disita dari balik jeruji besi, tapi bukan tepuk tangan yang diterima Ditjen Pemasyarakatan. Sebaliknya, mereka malah kena semprot dari DPR. Anggota Komisi XIII, Mafirion, curiga ada bisnis haram di dalam lembaga pemasyarakatan. Dan kecurigaannya bukan tanpa dasar.
“Jangan-jangan, itu HP disita setelah 20 tahunan bebas berkeliaran di dalam penjara. Bapak-bapak malah bikin wartel,” sindir Mafirion saat rapat kerja dengan Ditjen PAS Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Rabu (21/5/2025).
Mafirion menegaskan, penyitaan ribuan ponsel dan sajam dari napi bukanlah prestasi. “Itu bukan luar biasa. Yang luar biasa itu kalau bisa cegah HP masuk penjara sejak awal,” ujarnya sengit.
Data dari Ditjen PAS memang mencengangkan. Ada 1.115 unit ponsel, 2.291 alat elektronik, dan 2.880 sajam yang ditemukan dalam razia sejak November 2024 hingga Mei 2025. Namun, bukannya bangga, DPR justru mempertanyakan: bagaimana barang-barang itu bisa masuk?
“Sudah lebih dari 20 tahun handphone itu eksis di penjara. Jadi ini bukan soal menyita, tapi soal bobolnya sistem pengamanan,” kata Mafirion menambahkan.
Ia mendesak agar Ditjen PAS berhenti sekadar menyampaikan angka-angka penyitaan. Yang dibutuhkan sekarang adalah aksi konkret pencegahan—bukan pencitraan.
Sementara itu, Dirjen PAS Mashudi tetap membela diri. Menurutnya, razia rutin ini adalah bagian dari komitmen pihaknya untuk menertibkan Lapas dan Rutan dari barang terlarang.
“Pemindahan 612 narapidana berisiko tinggi ke Lapas super ketat di Nusakambangan juga bagian dari upaya menjaga keamanan,” terang Mashudi. Narapidana yang dipindahkan, katanya, adalah mereka yang dinilai mengganggu ketertiban di Lapas biasa.
Namun, DPR tetap menuntut lebih dari sekadar pemindahan dan penyitaan. “Ini persoalan sistemik. Kalau barang haram bisa masuk penjara seenaknya, berarti ada yang tidak beres di dalam,” pungkas Mafirion. (*/red)