Ustaz Yahya Waloni Meninggal Dunia di Mimbar Saat Khotbah Jumat – Kisah Hijrah Mantan Pendeta yang Menggetarkan

491
Ustaz Yahya Waloni meninggal dunia saat khutbah Jumat di Makassar
Ustaz Yahya Waloni Meninggal Dunia di Mimbar Masjid Darul Falah

 

MAKASSAR | BIDIKBANTEN.COM – Kabar duka menyelimuti dunia dakwah Indonesia. Ustaz Yahya Waloni, pendakwah fenomenal yang dikenal dengan kisah hijrahnya dari pendeta menjadi dai Islam, menghembuskan napas terakhir usai menyampaikan khutbah Jumat, 6 Juni 2025, di Masjid Darul Falah, Minasa Upa, Makassar. Ia wafat di atas mimbar—tempat yang selalu menjadi saksi perjuangannya menyampaikan risalah Islam.

Nama Yahya Waloni bukanlah nama asing. Ia adalah mantan ketua sekolah tinggi teologi Calvinis di Papua. Seorang tokoh yang dulu membentuk para pendeta, justru akhirnya menemukan hidayah dalam pelukan Islam.

Hijrahnya bukan tanpa cerita. Justru perjalanan spiritualnya adalah mozaik pencarian panjang yang penuh gejolak intelektual dan pengalaman batin yang mengguncang.

Berawal dari studi perbandingan agama, Yahya menyelami Yudaisme, lalu berlanjut ke Islam—semula demi membantah, mencari celah. Namun yang ditemukannya justru benang merah yang tak terbantahkan. Kisah para nabi—Ibrahim, Isa, hingga Muhammad SAW—tersambung dengan rapi dan menyatu dalam harmoni nubuat.

Ia mulai meragukan ajaran lama yang menuhankan Isa. Dalam Islam, Isa adalah nabi yang mulia—bukan Tuhan. Pertanyaan demi pertanyaan menggelisahkan pikirannya, hingga datanglah sebuah momen yang tak bisa dijelaskan logika.

Suatu sore di bulan Ramadan, ia bertemu pria penjual ikan di depan rumah. Penampilannya rapi, bersih, bersorban, dan berjanggut. Tapi tak ada bau amis dari tubuhnya. Dialog terjadi, bukan basa-basi, tapi pembicaraan mendalam tentang Tuhan, kenabian, dan hakikat hidup.

Anehnya, sang istri tak melihat siapa-siapa. Seperti berbicara sendiri. Penjual ikan itu muncul tiga kali dalam tiga hari. Di hari terakhir, ia memberinya secarik kertas bertuliskan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Setelah itu, pria misterius itu lenyap tanpa jejak.

Bagi Yahya, itu adalah isyarat dari langit.

Tepat di tanggal 18 Ramadan, Yahya bersyahadat, disaksikan istrinya, anak-anak, dan mertuanya. Mereka memeluk Islam bersama di hadapan Kiai Haji Komarudin Shofa—seorang ulama yang mengaku telah bermimpi akan kedatangan Yahya beberapa waktu sebelumnya.

Namun perjalanan keimanan Yahya tak berhenti di situ. Saat khutbah Idul Fitri pertamanya, ia tiba-tiba pingsan. Dokter menyatakan mati suri. Tapi Allah belum menghendaki ia pergi. Ia terbangun dan justru semakin bersemangat dalam dakwah.

Ia bangkit, menyampaikan Islam dengan semangat yang membakar, penuh keberanian, meski tak sedikit yang mencibir atau meragukan.

Yahya Waloni bukan hanya menceritakan hijrahnya, ia menjadikannya pelajaran hidup. Bahwa hidayah itu milik Allah, dan bisa datang dari arah yang tak disangka, bahkan kepada seorang pendeta sekalipun.

Kini, sang dai telah kembali ke haribaan Ilahi. Tapi kisah hidupnya tetap abadi sebagai cahaya bagi mereka yang sedang mencari.

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Selamat jalan, Ustaz Yahya Waloni. Semoga husnul khatimah.