Tungku Sangkrah: Inovasi Warga Cibeber Bakar Sampah Tanpa Polusi, Hasilkan Pupuk hingga BBM

22

Warga KSM Gebers Cibeber mengoperasikan Tungku Sangkrah, alat pengolah sampah ramah lingkungan

CILEGON – Sampah kini bukan lagi musuh, melainkan sumber harapan. Berkat inovasi warga Cibeber, Kota Cilegon, sampah bisa diolah tanpa mencemari udara, bahkan menghasilkan nilai ekonomi.

Adalah Tungku Sangkrah, alat pengolahan sampah karya Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Gebers, yang mengubah cara pandang terhadap limbah. Ketua KSM Gebers, Salman, menjelaskan bahwa alat ini dirakit dari tong bekas dan mampu membakar hingga 100 kilogram sampah organik maupun anorganik dalam satu proses.

“Awalnya sampah jadi masalah. Tapi dengan Tungku Sangkrah, kami buktikan bahwa sampah bisa diubah jadi berkah,” ujar Salman, Senin (13/5/2025).

Nama Tungku Sangkrah diambil dari bahasa Jawa khas Cilegon: Tungku berarti tempat membakar, sementara Sangkrah bermakna sampah. Sebuah simbol perjuangan rakyat kecil melawan tumpukan limbah.

Yang bikin alat ini istimewa—asapnya tidak dilepas langsung ke udara. Melainkan dialirkan ke bak penampung berisi tanaman eceng gondok, yang dikenal menyerap zat kimia berbahaya. Hasilnya? Proses pembakaran jadi jauh lebih ramah lingkungan.

Dari sistem pembakaran ini, warga bisa memanen berbagai produk turunan:

Pupuk padat dan cair

Arang

Bahan bakar minyak (BBM)

Slag atau abu sisa pembakaran yang bahkan bisa diolah menjadi paving block dengan kuat tekan mencapai K200/cm²—berdasarkan uji bersama PLN Indonesia Power UBP Suralaya.

“Kami bangga jadi mitra binaan PLN Indonesia Power. Kami ingin teknologi ini bisa diadopsi lebih luas di berbagai daerah,” tambah Salman.

Sementara itu, Assistant Manager Humas & Comdev PT PLN Indonesia Power UBP Suralaya, Radyan Genta Samodra, menyebut kerja sama ini sebagai bukti nyata pemberdayaan masyarakat.

“Ini adalah komitmen kami untuk terus mendampingi mitra binaan dalam menciptakan inovasi lokal yang berdampak luas,” kata Genta.

Menurutnya, keberhasilan KSM Gebers membuktikan bahwa solusi lingkungan tak selalu butuh teknologi mahal—cukup kreativitas, semangat gotong royong, dan dukungan yang konsisten.

(*/red)