CILEGON | BIDIKBANTEN.COM – Pemerintah Kota Cilegon mulai menggelar proses seleksi jabatan direksi Bank Perkreditan Rakyat Syariah Cilegon Mandiri (BPRS CM). Namun, di tengah proses tersebut, muncul sorotan dari publik terkait transparansi tahapan seleksi dan kondisi keuangan bank yang disebut sedang tidak stabil.
Posisi Direktur Utama BPRS CM kosong sejak ditinggal Novran Erviatman Syarifuddin yang mengundurkan diri. Kini, dua direksi tersisa—Zamroni Tama selaku Direktur Operasional merangkap Plt Dirut dan Yoyo Hartoyo sebagai Direktur Bisnis—masih aktif di struktur organisasi.
Pemerintah Kota Cilegon sebagai pemegang saham mayoritas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) telah memberikan mandat agar proses seleksi direksi segera dimulai. Tak hanya jabatan Direktur Utama, seleksi juga akan dilakukan untuk posisi Direktur Operasional dan Kepatuhan, serta Direktur Bisnis.
“Poin dari rapat perdana ini adalah menyusun jadwal tahapan seleksi,” ujar Anggota Panitia Seleksi (Pansel) Syaiful Bahri, usai rapat perdana yang digelar di Ruang Rapat Staf Ahli Wali Kota Cilegon, Senin (16/6/2025).
Menurutnya, arahan dari Sekda Maman Mauludin yang mewakili Wali Kota Robinsar menekankan agar seleksi dapat dilakukan secepat mungkin. “Amanat Pak Wali, seleksi ini harus segera selesai. Kami ditargetkan bekerja kurang dari satu bulan,” jelasnya.
Masih Banyak yang Belum Jelas
Meski jadwal seleksi mulai disusun, pansel mengaku masih harus berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menentukan formasi direksi. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas BPRS CM yang sedang tidak baik-baik saja.
“Komposisi direksi sangat bergantung pada kekuatan likuiditas keuangan. Itu sebabnya, kita belum bisa menentukan formasi sebelum berkonsultasi dengan Kemendagri,” ujar Syaiful.
Sementara itu, merujuk pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 7 Tahun 2006, jumlah direksi di BPRS sangat ditentukan oleh jumlah penyertaan modal dan kondisi keuangan bank.
Beberapa warga dan pelaku usaha lokal mulai angkat suara terkait proses seleksi ini. Mereka berharap agar Pemkot benar-benar memilih direksi yang kompeten dan independen, bukan yang sekadar punya “jalur belakang”.
“Jangan sampai jabatan penting kayak gitu cuma diisi orang titipan. BPRS itu bank milik daerah, artinya uang rakyat juga ada di situ. Jadi harus transparan dan profesional,” ujar Dedi Suhendar, warga Cibeber yang juga pelaku UMKM.
Nada serupa disampaikan Nani Heryani, warga Kelurahan Masigit. Ia mempertanyakan urgensi percepatan seleksi jika fondasi banknya sendiri belum stabil. “Kalau banknya lagi sekarat, ngapain buru-buru cari direksi? Yang penting itu perbaiki dulu sistem dan keuangannya,” ujarnya.
Beberapa pengamat lokal juga menyoroti minimnya pelibatan unsur masyarakat dalam proses seleksi. “Masa dari dulu pansel diam-diam aja, kita juga gak pernah tahu siapa calonnya. Ini BUMD lho, bukan perusahaan keluarga,” ucap Adi Pratama, aktivis pemantau kebijakan publik.
Dengan berbagai sorotan ini, Pemkot Cilegon didesak untuk tidak hanya fokus pada kecepatan proses seleksi. Transparansi, profesionalisme, dan keterlibatan publik adalah kunci agar BPRS CM bisa kembali dipercaya dan berfungsi maksimal sebagai bank rakyat Cilegon. (Rds-03)