Jalur Lingkar Selatan Cilegon: Antara Uji Nyali, Survival Mode, dan Mimpi Buruk Pengendara

60

Jalur Lingkar Selatan Cilegon

 

Cilegon, Banten – Selamat datang di Jalur Lingkar Selatan Cilegon—sebuah jalan yang lebih cocok disebut arena gladiator daripada infrastruktur transportasi. Di jalan ini, pengendara bukan hanya dituntut mahir menyetir, tapi juga siap mental menghadapi tikungan maut, debu tebal, genangan air, dan jebakan lubang ala “plot twist” mantan yang belum move on.

Kalau cuaca cerah, bersiaplah menerima ‘masker alami’ gratis dari debu yang beterbangan. Tapi kalau hujan datang? Jangan harap romantis. Genangan air dan becek-becekan bikin kamu nostalgia masa kecil main lumpur—bedanya sekarang bukan pakai sendal jepit, tapi motor matic.

Bonusnya? Lubang-lubang di jalan siap menyambut ban mobil dan motor kamu seperti jebakan tersembunyi di game survival. Gagal fokus sedikit aja, velg bisa minta pensiun dini.

Dan jangan lupakan mahakarya terbaru: galian-galian yang muncul tanpa aba-aba. Macam obstacle course di ajang pencarian bakat, tapi khusus rakyat.

“Jalan ini bukan cuma rusak, tapi udah layak disebut jalan kenangan—soalnya tiap lewat selalu bikin trauma,” keluh salah satu pengendara yang namanya minta disamarkan karena takut dibilang nyinyir.

Lebih parahnya, ini bukan cerita baru. Warga sekitar dan pengguna jalan sudah lama bersuara, tapi tanggapan dari pihak terkait masih terdengar seperti gema di gua kosong.

“Kalau kamu bisa nyetir di Jalur Lingkar Selatan tanpa teriak ‘ya Allah!’, selamat, kamu layak daftar WRC (World Rally Championship),” canda netizen di media sosial.

Jalur Lingkar Selatan Cilegon kini jadi legenda. Legenda yang hidup. Tiap hari dilewati, tiap hari bikin emosi. Tapi tetap saja, warga nggak punya pilihan selain menghadapinya dengan pasrah dan sedikit tawa pahit.

Dan seperti hubungan toksik, meski menyiksa, tetap saja dijalani. Karena, yah… mau lewat mana lagi?

(*/dik)