
BIDIKBANTEN.COM – Di antara barisan ulama besar Nusantara, nama KH. Muhammad Dimyathi bin Muhammad Amin atau yang akrab disapa Abuya Dimyathi Banten, ibarat pelita di tengah gelap zaman. Kealiman, kesederhanaan, dan keteguhan beliau dalam mendidik umat menjadikan namanya harum tak hanya di Banten, tapi juga di hati para pecinta ilmu agama di seluruh penjuru negeri.
Berikut lima hal utama dari Abuya Dimyathi yang patut kita teladani dan jadikan cermin dalam kehidupan:
1. Thariqah Hidup: Mengaji dan Berjamaah
Abuya Dimyathi dikenal sangat istiqamah dalam mengaji dan salat berjamaah. Baginya, tarekat sejati adalah mengaji. Dalam petuah khas Sunda beliau berkata, “Thariqah aing mah ngaji”—tarekat saya adalah mengaji.
Tak peduli usia, miskin atau kaya, Abuya menegaskan bahwa ilmu wajib dituntut sampai akhir hayat. Ia membuktikannya sendiri dengan menggelar pengajian tafsir At-Thabari yang tebal berjilid-jilid, setiap malam dari pukul 22.00 hingga 02.30, tanpa jeda istirahat.
2. Mendidik Anak Seperti Santri
Alih-alih menitipkan ke pesantren lain, Abuya mendidik langsung kesembilan anaknya hingga semuanya hafal Al-Qur’an. Beliau memperlakukan mereka seperti santri: wajib salat berjamaah dan mengaji bareng.
Jika anak-anak belum tampak di musala, Abuya rela menunggu mereka demi berjamaah bersama. Ia meneladani ayat QS At-Tahrim [66]:6, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
3. Lebih Memilih Dipenjara daripada Melawan
Tahun 1970-an, Abuya sempat difitnah dan dipenjara oleh rezim Orde Baru selama 7 bulan. Jawara-jawara Banten yang siap membela pun ditenangkan. Abuya memilih bersabar dan menerima putusan hakim, tak membalas zalim dengan kekerasan.
Dalam penjara, ibadahnya tak goyah. Bahkan, pengajian di pesantrennya tetap berjalan sebagaimana biasa. Konon, karamah Abuya yang membuat itu semua tetap hidup. Wallahu’alam.
4. Pelayan Tamu yang Luar Biasa
Setiap tamu yang datang, disambut dengan senyum, air hangat, dan sajian terbaik. Abuya tidak membeda-bedakan siapa yang datang—ulama, santri, atau rakyat jelata. Beliau mengamalkan sabda Nabi: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya.”
5. Keikhlasan Tanpa Pamrih
Seluruh hidup Abuya dihabiskan untuk melayani umat, mengajar santri, dan mendidik keluarga—tanpa mengharapkan popularitas apalagi imbalan duniawi. Rumahnya sederhana, tapi hatinya luas menampung beban umat.
Penutup: Teladan yang Tak Lekang oleh Waktu
Warisan Abuya Dimyathi bukan harta atau bangunan megah, tetapi jejak spiritual dan pendidikan akhlak yang membekas kuat. Dalam zaman yang makin riuh oleh kecemasan dan kekeringan rohani, sosok beliau adalah telaga ketenangan.
Mari kita teladani hidup beliau, bukan hanya dengan mengenang, tapi dengan mengamalkan nilai-nilainya: mengaji, berjamaah, mendidik keluarga, bersabar, dan tulus melayani.