Jalan Lingkar Utara Cilegon: Mangkrak di Tengah Jalan, Warga Tunggu Janji Pembangunan Lanjut 2026

66

IMG 20250812 WA0044

BIDIKBANTEN.COM I  CILEGON – Proyek Jalan Lingkar Utara (JLU) Cilegon yang diharapkan menjadi penghubung strategis tiga kecamatan — Jombang, Purwakarta, dan Grogol — hingga kini belum rampung. Setelah bertahun-tahun terhenti, pemerintah kota berencana melanjutkan pembebasan lahan dan konstruksi pada 2026 dengan anggaran sekitar Rp200 miliar.

Sejak dimulai, JLU tersendat di tahap pembebasan lahan. Hingga kini, baru 67 persen bidang tanah yang bebas. Sisanya mayoritas milik perusahaan besar yang proses pelepasannya berlarut-larut karena harus melalui persetujuan direksi. Situasi ini membuka celah negosiasi tertutup dan dugaan permainan harga oleh “mafia tanah” yang memanfaatkan lambannya proses birokrasi.

“Kalau lahan belum dibebasin semua, ya enggak bakal jalan. Warga sini cuma bisa lihat patok sama rumput liar,” ujar Ahmad (47), warga Purwakarta, yang mengaku skeptis janji proyek ini selesai cepat.

Selain soal lahan, ketidakpastian anggaran sempat membuat proyek ini mati suri. APBD Cilegon tak lagi mengalokasikan dana tambahan sejak 2024, membuat pembiayaan tergantung pada bantuan provinsi dan pusat. Akibatnya, fisik jalan hampir tidak bergerak dari pemasangan patok dan drainase awal.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Cilegon, Tb Dendi Rudiatna, mengakui proses ini memang lama, tetapi ia menegaskan komitmen pemerintah untuk menuntaskannya. “Tahun ini kita fokus mematangkan persiapan dan menyelesaikan pembebasan lahan. Di 2026, kami sudah siapkan anggaran kurang lebih Rp200 miliar untuk pengadaan tanah. Nilainya bisa berubah, menyesuaikan appraisal harga tanah,” ujarnya. Dendi optimistis JLU bisa menjadi solusi mengurai kemacetan sekaligus membuka konektivitas wilayah.

Bila JLU rampung, dampaknya diperkirakan signifikan. Jalur baru ini akan menghubungkan lima kelurahan — Panggungrawi, Kedaleman, Grogol, Gerem, dan sebagian Purwakarta — sehingga memudahkan mobilitas warga, menghidupkan usaha lokal, dan mendorong kenaikan nilai tanah.

“Kalau jalannya jadi, tanah di sini pasti mahal, usaha juga rame. Sekarang mau jual tanah susah, orang mikir aksesnya susah,” kata Rohman (52), warga Purwakarta.

Bagi warga, keberhasilan melanjutkan JLU bukan sekadar soal infrastruktur, tapi soal membuka peluang ekonomi dan mengakhiri tahun-tahun stagnasi akibat proyek yang mangkrak terlalu lama.