CILEGON | BIDIKBANTEN.COM – Di balik dinding madrasah yang semestinya jadi tempat menimba ilmu sekaligus nilai-nilai keislaman, terselip praktik yang bikin dahi mengernyit: dugaan jual beli buku Lembar Kerja Siswa (LKS) di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) yang ada di Kota Cilegon.
Padahal, jelas-jelas sudah ada larangan tegas dari pemerintah. Buku pegangan siswa di sekolah negeri, apalagi yang menerima Dana BOS, sudah disubsidi penuh. Artinya, tidak boleh ada pungutan untuk LKS dalam bentuk apapun!
Namun informasi yang beredar, beberapa siswa MAN di Cilegon justru diminta membayar LKS, bahkan harus lunas sebelum rapor dibagikan. Tak main-main, pemungutan ini dilakukan seperti ‘ritual wajib’ setelah ulangan. Jika tak lunas? Rapor bisa tertahan. Miris! Madrasah yang harusnya jadi panutan justru ikut praktik yang masuk kategori pungutan liar (pungli).
Di salah satu MAN, para siswa bahkan diminta membayar LKS sebesar Rp270 ribu per siswa, dan pembayaran tersebut wajib dilunasi tepat saat pembagian rapor. Kalau belum lunas, jangan harap bisa melihat hasil belajar satu semester. Gaya penarikan seperti ini ibarat ‘rapor disandera demi lembaran rupiah’. Bikin geram para orang tua!
Fenomena serupa sebelumnya mencuat di sejumlah daerah:
Di MAN 5 Kediri, mencuat dugaan penjualan LKS padahal sekolah sudah menerima dana BOS.
Di MAN 2 Banyuwangi, harga LKS bahkan bisa mencapai Rp 800 ribu per paket!
Pemerintah sendiri sudah menegaskan bahwa jual beli LKS di lingkungan sekolah adalah pelanggaran, bahkan tercantum jelas dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Termasuk jika penjualan disamarkan lewat koperasi sekolah ataupun ‘atas nama kesepakatan wali murid’.
Menurut pernyataan dari Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Karawang dalam kasus terpisah, jika siswa ingin membeli LKS, maka harus dilakukan di luar sekolah, misalnya di toko buku, bukan difasilitasi atau bahkan diwajibkan oleh pihak madrasah.
Kini pertanyaannya, di mana pengawasan Kementerian Agama Cilegon? Apakah praktik semacam ini akan terus dibiarkan? Ataukah harus menunggu laporan dari wali murid yang berani bersuara?
Sementara itu, para orang tua di Cilegon hanya bisa mengelus dada. Anak sekolah di madrasah negeri yang harusnya gratis malah dipalak secara halus. LKS rasa pungli, uang lunas dulu baru bisa lihat nilai.
(*/red-02)