2.804 Buruh Pabrik Sepatu di Tangerang Terdepak: PHK Alasan “Kualitas” atau Strategi Bisnis?

51

PHK 2.804 pekerja di pabrik sepatu Pasar Kemis Tangerang

[TANGERANG]|BIDIKBANTEN.COM–Gelombang kecemasan melanda Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang. Ribuan buruh pabrik sepatu pemasok merek internasional di PT Victory Chingluh Indonesia resmi kehilangan pekerjaan jelang akhir Oktober 2025. Total 2.804 pekerja masuk daftar pemutusan hubungan kerja. Dari jumlah itu, mayoritas sudah menerima pesangon, sementara sisanya masih bergulat menentukan nasib.

Informasi yang dihimpun menyebut perusahaan mengaitkan PHK dengan masalah kualitas produksi yang berujung pengembalian produk ekspor. Dalihnya: efisiensi karena standar mutu tak terpenuhi. Namun di lapangan, banyak buruh merasakan cerita yang jauh lebih getir dari sekadar “angka kualitas”.

“Kita dengar alasan mereka soal retur produk. Tapi buruh bukan mesin rusak yang bisa dibuang begitu saja,” ujar salah satu pekerja, yang meminta identitasnya ditutup rapat demi keamanan. Ia mengaku pemberitahuan efisiensi sudah muncul sejak pertengahan September, mendadak, tanpa ruang negosiasi psikologis bagi buruh yang selama ini mengandalkan upah bulanan untuk bertahan hidup.

Serikat buruh KASBI juga sudah membenarkan gelombang PHK ini. Mereka menekankan bahwa kompensasi yang diberikan adalah dua kali ketentuan pesangon minimum, sesuai peraturan, dan menyebut perusahaan mengklaim penurunan mutu produksi sebagai pemicu utama. Kendati begitu, serikat menuntut transparansi penuh soal kondisi perusahaan. Jangan sampai buruh hanya dijadikan angka statistik untuk menutupi persoalan manajemen.

Sampai berita ini ditulis, pihak perusahaan belum memberikan pernyataan resmi terbuka. Konfirmasi yang dialamatkan ke manajemen belum berbalas. Di sisi lain, pemerintah daerah juga belum mengumumkan langkah antisipasi dampak sosial dari ribuan kepala keluarga yang kini terhantam badai kehilangan penghasilan.

Warga sekitar pabrik menyebut suasana di lingkungan industri mendadak muram. Warung makan, kontrakan, hingga pedagang kecil mulai khawatir. “Kalau ribuan orang nggak punya gaji, kita juga kena imbasnya,” kata seorang pedagang kaki lima yang mangkal di dekat kawasan pabrik.

Publik menilai alasan “kualitas produk turun” ini masih menyisakan tanda tanya. Sejumlah pengamat tenaga kerja menyebut alasan mutu sering jadi pintu masuk perusahaan ketika tengah melakukan restrukturisasi bisnis global atau memindahkan produksi ke daerah dengan biaya lebih rendah.

Yang jelas, buruh lagi-lagi jadi pihak yang paling cepat terlempar dari perahu, sementara data transparan perusahaan belum muncul ke permukaan. Situasi ini mengirim pesan pahit: industri besar bisa bergeser kapan pun, sedangkan nasib pekerja tetap jadi taruhan.

(Red-08)

*Artikel ini didasarkan pada informasi publik dan pernyataan serikat pekerja. Redaksi membuka ruang bagi perusahaan dan instansi terkait untuk memberikan klarifikasi demi keseimbangan informasi sesuai UU Pers dan ketentuan hukum yang berlaku.