Labuan, Banten – Peresmian Rumah Sakit Umum (RSU) di Labuan, Kabupaten Pandeglang, yang berlangsung pada Kamis (29/5), berubah menjadi ajang demonstrasi. Puluhan warga melakukan aksi unjuk rasa sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan operasionalisasi rumah sakit tersebut.
Massa aksi datang membawa poster dan menyuarakan tuntutan mereka di sekitar area peresmian. Salah satu tuntutan yang mencuat adalah desakan agar Gubernur Banten, Andra Soni, mundur dari jabatannya secara terhormat.
“Kalau Gubernur sudah tidak mampu mengambil sikap tegas, lebih baik mundur secara baik-baik dan terhormat,” ujar salah satu peserta aksi dalam orasinya.
Menurut informasi yang beredar di tengah masyarakat, aksi unjuk rasa ini dipicu oleh dugaan adanya monopoli dalam proses administrasi dan rekrutmen tenaga kerja di RSU Labuan. Warga menduga ada ketidakadilan dalam seleksi tenaga kerja yang dianggap tidak transparan dan merugikan masyarakat lokal, terutama warga Labuan dan Pandeglang.
Seorang tokoh masyarakat yang ikut menyuarakan pendapatnya menyatakan, “Tidak mungkin ada aspirasi masyarakat jika tidak ada sebab. Ini menjadi catatan penting bagi Pemerintah Provinsi Banten agar ke depan lebih transparan, sehat, dan adil dalam proses rekrutmen tenaga kerja.”
Mereka juga mengkritisi sejumlah pejabat yang terkesan “menghindar” dari dialog publik. Ketua DPRD Banten dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten disebut-sebut tidak hadir dalam forum komunikasi dengan warga.
“Kami kecewa karena pejabat yang harusnya berdiri bersama rakyat justru terkesan menghindar,” tambah seorang demonstran.
Para pengunjuk rasa berharap pemerintah provinsi segera melakukan evaluasi dan membuka ruang dialog dengan masyarakat untuk menghindari polemik berlarut. (*/bb)
Labuan, Banten – Peresmian Rumah Sakit Umum (RSU) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten, yang digelar pada Kamis (29/5), justru diwarnai aksi unjuk rasa dari puluhan warga. Massa menuntut agar Gubernur Banten Andra Soni mundur secara terhormat, buntut dari dugaan monopoli dalam proses rekrutmen tenaga kerja RSU.
Dalam aksinya, warga menuding ada praktik tidak transparan dalam perekrutan karyawan rumah sakit. Dari total lebih dari 1.200 pelamar lokal, hanya sekitar 58 orang yang diterima bekerja, itu pun diduga bukan dari wilayah Labuan dan sekitarnya.
“Warga Pandeglang yang melamar banyak, tapi yang diterima malah orang luar. Ini jelas bikin kecewa. Kami hanya menuntut keadilan,” teriak salah satu orator di tengah aksi.
Aksi unjuk rasa ini juga dipicu oleh kondisi ekonomi lokal yang kian mengkhawatirkan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Banten per Februari 2025, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kabupaten Pandeglang mencapai 8,29%, atau sekitar 68.000 jiwa. Jumlah itu termasuk yang tertinggi di Provinsi Banten.
“Dengan kondisi pengangguran yang tinggi, mestinya warga lokal Labuan diprioritaskan untuk bekerja di rumah sakit milik pemerintah ini. Tapi yang terjadi justru sebaliknya,” ujar seorang warga yang mengaku gagal dalam proses seleksi.
Tak hanya itu, warga juga menyayangkan sikap pejabat pemerintah yang enggan berdialog. Ketua DPRD Provinsi Banten dan Kepala Dinas Kesehatan disebut-sebut “menghilang” saat massa meminta klarifikasi langsung di lokasi.
“Kami ingin bicara langsung dengan para pemangku kebijakan. Tapi sayangnya, yang kami tunggu tidak datang. Kepala Dinas Kesehatan malah kabur,” kata koordinator aksi dengan nada kecewa.
Aksi demo juga diselimuti seruan moral agar Gubernur Banten Andra Soni bertindak tegas terhadap dugaan praktik curang yang terjadi.
“Kalau Pak Gubernur tidak berani mengambil sikap, jangan sampai beliau terlihat memble. Kami ingin pemimpin yang tegas dan berpihak pada rakyat,” tambah salah satu tokoh pemuda.
Para demonstran juga menuntut pembukaan kembali proses rekrutmen secara terbuka, transparan, dan akuntabel. Mereka mengusulkan agar seluruh prosesnya diawasi oleh lembaga independen dan tokoh masyarakat setempat.
“Kami cuma ingin keadilan. Jangan sampai RSU Labuan yang katanya dibangun untuk rakyat, justru jadi sumber kekecewaan,” tutupnya. (*/bb)