CILEGON | BIDIKBANTEN.COM – Sabtu pagi, 13 September 2025, kondisi Jalan Lingkar Selatan (JLS) Kota Cilegon lagi-lagi bikin warga ngelus dada. Lumpur dan becek menggenangi tepi jalan, meskipun cuaca panas sudah menyengat beberapa hari terakhir. Sumbernya bukan hujan, tapi ulah truk-truk pasir yang seenaknya buang air cucian tangki—bahkan sampai dijuluki warga sebagai “kencingan truk pasir”—sebelum melenggang keluar dari kawasan yang juga dikenal sebagai Jalan Aat Rusli.
Yang bikin tambah runyam, sepanjang JLS bukan cuma kotor, tapi juga jadi parkiran liar raksasa. Puluhan truk parkir sembarangan di badan jalan, bikin arus lalu lintas tersendat. Padahal jalan ini jalur vital penghubung industri Cilegon. Dishub Kota Cilegon? Masih adem ayem, seolah nggak ada masalah.
Data dari catatan kepolisian menunjukkan, sepanjang semester pertama 2025, sedikitnya ada 14 kecelakaan lalu lintas di ruas JLS, mayoritas melibatkan motor yang tergelincir di jalur berlumpur atau terhimpit truk parkir. Angka itu belum termasuk insiden kecil yang nggak tercatat resmi, tapi setiap hari menghantui pengendara.
“Kalau lewat sini harus ekstra hati-hati, bisa kepleset lumpur atau tiba-tiba ada truk nyelonong buka pintu. Tapi herannya nggak ada tindakan apa-apa dari Dishub. Seakan mereka nunggu korban dulu baru gerak,” ujar Asep, warga Link. Bagendung, kesal.
Masalah ini makin menohok ke Wali Kota Robinsar. Tiga bulan menjabat, program 100 hari sudah diumbar, tapi soal JLS yang jadi kumuh dan berbahaya kayaknya nggak masuk radar. Warga mulai menganggap Robinsar kurang peka dan lebih sibuk seremonial ketimbang berurusan dengan problem nyata di lapangan.
“Kami ini cuma rakyat kecil, tiap hari lewat JLS buat kerja. Bukan pejabat yang bisa duduk manis di kantor ber-AC. Kalau Robinsar nggak bisa beresin truk liar dan tambang ilegal yang bikin lumpur ini, buat apa ada wali kota?” tegas Wawan, pengendara ojek online yang hampir jatuh karena jalan licin.
Tak bisa dipungkiri, akar masalah JLS ini nyambung ke praktik tambang pasir ilegal di sekitar wilayah Cibeber, Citangkil, sampai Ciwandan. Selama tambang-tambang itu dibiarkan beroperasi tanpa kontrol ketat, JLS akan tetap jadi “jalur tambang liar” yang penuh debu, lumpur, dan truk parkir seenaknya.
Warga menunggu gebrakan nyata. Apakah Robinsar berani turun tangan, menegur Dishub, menertibkan truk, sekaligus memutus mata rantai tambang pasir ilegal? Atau JLS akan terus jadi bukti nyata kalau pemerintah kota kalah oleh sopir truk nakal dan pengusaha tambang gelap?
(Rds-03)