Truk Pengangkut Sawit Beralih Jadi Truk Pasir di Cilegon, Pengawasan KIR Dishub Dipertanyakan

15

IMG 20251116 WA0078

[CILEGON | BIDIKBANTEN.COM – Di tengah ketatnya aturan lalu lintas untuk kendaraan besar di Banten, publik Cilegon kembali dibuat geleng kepala. Truk yang secara resmi terdaftar sebagai pengangkut kelapa sawit terpantau berkeliaran di jalur galian pasir yang jelas bukan peruntukannya.

Kejanggalan makin terasa karena Kota Cilegon tidak memiliki perkebunan kelapa sawit, namun kendaraan-kendaraan ini bebas keluar masuk area galian pasir membawa muatan yang sama sekali tidak sesuai dengan desain bak maupun spesifikasi teknis dalam SRUT kendaraan tersebut.

Fenomena ini memicu pertanyaan serius: di mana fungsi pengawasan KIR Dishub Cilegon yang seharusnya menjadi filter utama kelayakan kendaraan?
Jika truk dengan identitas bak sawit saja bisa bebas dipakai mengangkut pasir, apa artinya proses KIR berjalan hanya sebagai ritual administratif tanpa tindak lanjut di lapangan?

Menurut Permenhub No. 19 Tahun 2021 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, setiap kendaraan wajib menjalani pemeriksaan berdasarkan SRUT resmi yang mencantumkan ukuran bak, struktur, fungsi, hingga atribut keselamatan. Pengalihan peruntukan tanpa penyesuaian teknis jelas berisiko, baik untuk keselamatan pengemudi maupun pengguna jalan lain.

Ketika dikonfirmasi via WhatsApp, Kepala Dinas Perhubungan Kota Cilegon, Heri Suheri, menyampaikan apresiasi atas informasi terkait penyalahgunaan fungsi kendaraan tersebut. Ia menerangkan bahwa setiap kendaraan yang masuk ruang uji KIR harus membawa SRUT sebagai dasar pengujian. Kendaraan juga diperiksa dalam kondisi tanpa muatan, dan ukuran bak harus sesuai dengan data di dokumen resminya.

Heri menegaskan bahwa bak kendaraan pengangkut sawit memiliki desain khusus yang berbeda dari kendaraan pengangkut pasir. Penyalahgunaan fungsi seperti ini dianggapnya berpotensi membahayakan keselamatan lalu lintas.

Ia menambahkan bahwa Dishub akan berkoordinasi dengan Satlantas Polres Cilegon dan BPTD Banten untuk proses penegakan hukum terhadap kendaraan yang melanggar ketentuan tersebut.

Meski demikian, di lapangan tetap muncul pertanyaan soal efektivitas pengawasan. Apakah pengawasan KIR hanya berhenti di ruang uji tanpa pemantauan berkelanjutan terhadap operasional kendaraan setelahnya?
Padahal, fungsi KIR tidak berhenti pada stempel lulus, tetapi memastikan kendaraan tetap digunakan sesuai peruntukan teknisnya selama berada di jalan.

Tanpa kontrol berlapis, penyalahgunaan fungsi seperti ini berpotensi terus berlangsung, dan publik menilai celah inilah yang selama ini kurang mendapat perhatian.

Masyarakat kini menunggu langkah konkret, bukan sekadar koordinasi. Diperlukan tindakan nyata untuk menutup celah pengawasan dan memastikan bahwa sistem KIR benar-benar bekerja sebagai penjaga keselamatan dan ketertiban lalu lintas di Kota Cilegon. (Handi)