Jaga Kondusifitas Kota Cilegon, Suara Mahasiswa & Ormas Kritisi Pajak dan Kesenjangan Sosial

217

 

IMG 20250901 WA0048

CILEGON | BIDIKBANTEN.COM – Cilegon dikenal sebagai kota industri dengan ratusan perusahaan berskala nasional bahkan dunia. Namun di balik gemerlap pabrik baja, kimia, dan energi, masih tersimpan ironi: tingginya angka pengangguran, kesenjangan sosial yang menganga, dan rakyat kecil yang justru tercekik pajak.

Sejumlah pengusaha lokal yang ditemui Bidik Banten menyoroti ketimpangan ini. Mereka menyayangkan bagaimana karyawan dengan gaji pas-pasan terus dipotong pajak, sementara di saat bersamaan pejabat, terutama kalangan DPR, menikmati tunjangan yang nilainya setinggi langit.

“Pajak rakyat makin dinaikkan, tapi pejabat justru makin dimanjakan. Rakyat kecil yang kerja banting tulang di industri malah tetap susah,” ungkap salah seorang pengusaha Cilegon.

Nada kritik juga datang dari mahasiswa. Menurut mereka, Cilegon yang disebut kota industri belum mampu menghadirkan kesejahteraan bagi warganya sendiri. “Apa gunanya ratusan perusahaan kelas dunia berdiri kalau pengangguran masih tinggi dan rakyat kecil dicekik biaya hidup?” kata perwakilan mahasiswa.

Ketua L-KPK, Maman Hilman, menegaskan bahwa kesenjangan sosial ini tidak bisa dibiarkan. Dalam diskusi bersama Forkomaster dan sejumlah ormas, ia menekankan pentingnya menjaga kondusifitas Cilegon tanpa mengorbankan suara kritis masyarakat.

“Kondusif bukan berarti menutup mata. Justru kritik rakyat harus jadi bahan koreksi, agar kebijakan berpihak pada kesejahteraan warga, bukan hanya pejabat,” ujarnya.

Cilegon hari ini berdiri di persimpangan: di satu sisi menjadi pusat industri dengan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, di sisi lain warganya masih berjuang melawan pengangguran, beban pajak, dan ketidakadilan sosial. Suara pengusaha, mahasiswa, dan ormas yang kini berpadu menjadi pengingat keras: kota industri tidak boleh jadi kota kesenjangan.