CILEGON | BIDIKBANTEN.COM – Dugaan pungutan liar (pungli) berupa pembayaran Lembar Kerja Siswa (LKS) sebesar Rp270 ribu di MAN 2 Grogol, Kota Cilegon, ternyata terus berjalan lancar tanpa hambatan. Meski sebelumnya ramai diperbincangkan dan sempat disorot oleh LSM Gappura Banten serta masyarakat luas, nyatanya hingga kini belum ada tindakan nyata dari pihak Kementerian Agama (Kemenag) Kota Cilegon sebagai lembaga yang membawahi madrasah tersebut.
Kepala Kemenag Cilegon, Amin Hidayat, yang sempat dikonfirmasi media hanya menjawab santai,
“Saya sudah perintahkan ke Kasi Madrasah untuk memanggil kepala madrasahnya.”
Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada tindak lanjut ataupun laporan hasil dari pemanggilan tersebut. Kondisi ini memantik kembali kegeraman publik, karena pungutan LKS tetap dijalankan seperti biasa. Warga bahkan menyebut situasi ini sebagai bentuk “pembiaran sistematis” terhadap praktik yang diduga menyimpang.
Ironisnya, seorang yang mengaku sebagai pengurus komite sempat menghubungi redaksi dan meminta agar pemberitaan diklarifikasi. Ia berdalih bahwa pungutan itu telah disepakati melalui rapat komite bersama orang tua murid.
Namun publik bertanya-tanya: jika sudah disepakati, kenapa tidak transparan sejak awal? Dan yang paling krusial—kenapa tidak ada pengembalian uang pungutan LKS meski sudah dipersoalkan secara luas?
Lebih parahnya lagi, pihak komite tampak abai terhadap regulasi yang berlaku. Berdasarkan:
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah Pasal 10 Ayat (1) dan (2)
ditegaskan bahwa komite dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun kepada siswa atau wali siswa.
Apalagi MAN 2 Grogol merupakan satuan pendidikan negeri, yang semestinya menggratiskan seluruh komponen wajib belajar, apalagi yang menyangkut buku-buku pelajaran. Sayangnya, praktik di lapangan justru berbanding terbalik dengan regulasi.
“Kami justru heran, bukannya uang dikembalikan atau ditertibkan, malah diminta klarifikasi berita. Aneh nggak tuh?” celetuk salah satu wali murid.
Warga pun menilai sikap Kemenag Cilegon terlalu “lembek” dan seolah menutup mata terhadap keresahan masyarakat. Padahal, dana pendidikan dan pembinaan madrasah tiap tahun disokong penuh oleh negara lewat APBN.
“Kalau rakyat kecil terus disuruh bayar, buat apa ada sekolah negeri?” ujar netizen di media sosial.
Masyarakat berharap, Kemenag segera turun langsung ke lapangan dan membongkar praktik pungutan berkedok rapat komite yang kerap terjadi di madrasah negeri. Jika dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan di Banten. (Rds-03)