CILEGON | BIDIKBANTEN.COM – Maman Mauludin akhirnya memutuskan bicara blak-blakan soal pencopotannya dari jabatan Sekretaris Daerah Kota Cilegon. Selama ini publik hanya melihat potongan informasi di permukaan, sementara Maman merasa perlu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi agar masyarakat tidak salah menilai. Menurutnya, semua polemik ini muncul sejak akhir Agustus 2025, ketika ia dipanggil bertemu langsung dengan Wali Kota Robinsar di ruang kerjanya. Dalam pertemuan itu, ia diberi tahu bahwa akan ada perombakan besar-besaran di lingkup eselon II, III, dan IV—termasuk kursi Sekda yang saat itu ia duduki.
Maman mengaku diminta “mengosongkan” posisi tersebut. Ia tidak menolak perintah, tapi ingin memastikan bahwa segala proses berjalan sesuai koridor hukum. Usai pertemuan itu, Wakil Wali Kota Fajar Hadi Prabowo langsung menghubunginya untuk menanyakan isi pembicaraan, dan Maman menyampaikan semua apa adanya sebagaimana yang ia dengar dari Wali Kota. Tidak lama kemudian, Wali Kota kembali menanyakan keputusan Maman melalui pesan WhatsApp. Maman menjawab dengan satu kata yang cukup menjelaskan sikapnya sebagai ASN: siap.
Namun setelah itu, ia melihat tanda-tanda bahwa kewenangannya sebagai Sekda mulai dipinggirkan. Saat susunan Panitia Seleksi asesmen eselon II diumumkan, namanya tidak dicantumkan. Padahal, menurut aturan, Sekda memiliki posisi penting dalam proses ini. Ia memanggil Kepala BKPSDM dan jajarannya untuk meminta dokumen dasar pembentukan Pansel sekaligus mempertanyakan alasan dirinya tidak dilibatkan. Jawaban yang ia terima sederhana: “ini arahan pimpinan.” Merasa ada potensi kekeliruan administratif, di hari yang sama Maman mendatangi Wali Kota untuk mengingatkan agar jalur hukum dan prosedur tetap dipegang agar tidak menimbulkan masalah berikutnya.
Tuduhan yang paling sering diarahkan kepada Maman adalah absennya ia dalam asesmen eselon II. Di sini, Maman tegas: ia tidak pernah mangkir tanpa dasar. Tanggal 16 September 2025, ia baru menerima undangan asesmen sehari sebelum pelaksanaan. Karena merasa proses itu tidak sesuai aturan, ia langsung berkonsultasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dari hasil konsultasi itu, ia mendapat rujukan bahwa asesmen harus dilaksanakan oleh lembaga yang berakreditasi atau yang mendapat persetujuan instansi pembina. Maka ia menilai asesmen tersebut tidak memenuhi ketentuan itu. Untuk panggilan berikutnya pada 15 Oktober, Maman mengaku sedang melaksanakan supervisi pencegahan korupsi dari pagi hingga sore. Ia menegaskan bahwa semua keputusannya punya dasar, bukan karena menghindar atau menolak.
Terkait rekomendasi BKN tertanggal 19 November, Maman menilai surat itu bukanlah sanksi. Baginya, rekomendasi tersebut adalah catatan administratif yang masih punya tenggat waktu sampai Februari 2026, sehingga tidak bisa dijadikan alasan bahwa ia melanggar aturan. Maman mengatakan ia menyampaikan seluruh kronologi ini agar masyarakat tahu bahwa ia tidak melakukan pelanggaran disiplin apa pun, baik sebagai ASN maupun sebagai Sekda. Ia mengaku tidak mempermasalahkan pencopotannya asalkan prosesnya benar dan mengikuti ketentuan perundang-undangan.
Yang membuatnya heran, hingga 3 Desember 2025 ia mengaku belum menerima surat keputusan resmi pemberhentiannya. Yang ia tahu, posisi Sekda sudah diisi Pelaksana Tugas, yakni Aziz Setia Ade Putra, sejak 1 Desember. Ia mengetahui hal itu dari pemberitaan media, bukan dari dokumen resmi yang seharusnya ia terima. Maman menjelaskan bahwa prosedur pemberhentian Sekda seharusnya melalui jalur formal: Wali Kota menyampaikan usulan ke Gubernur Banten, Gubernur melanjutkannya ke Kementerian Dalam Negeri, lalu Kemendagri mengeluarkan rekomendasi. Ia tidak tahu apakah jalur tersebut ditempuh atau tidak.
Maman menegaskan bahwa ia belum mengambil langkah hukum apa pun karena ia menunggu surat keputusan resminya terlebih dahulu. Di tengah gonjang-ganjing ini, sejumlah warga berharap Pemerintah Kota bersikap terbuka agar tidak muncul spekulasi yang bisa membingungkan publik. Mereka menilai dinamika di level elite jangan sampai berdampak pada pelayanan masyarakat. “Yang penting keterbukaan, biar warga nggak nebak-nebak sendiri,” ujar salah satu warga yang ditemui.
Maman sendiri menyampaikan pernyataannya dengan nada cukup tenang. Ia tidak menuding siapa pun dan tidak menuntut posisi apa pun. Ia hanya ingin proses berjalan sesuai aturan. Sisanya, biar waktu dan dokumen resmi yang menjawab. (*/Red)


































