[CILEGON] | BIDIKBANTEN.COM – Kota Cilegon memang tidak memiliki perkebunan kelapa sawit, namun pemandangan di lapangan justru menunjukkan hal yang berbeda. Sejumlah truk berjenis pengangkut sawit terlihat hilir mudik membawa pasir dari lokasi galian pasir. Fenomena ini bukan hanya janggal, tetapi memunculkan dugaan kuat adanya pembiaran terhadap praktik alih fungsi kendaraan tanpa prosedur yang benar.
Truk yang secara desain diperuntukkan mengangkut hasil perkebunan sawit seharusnya tidak serta-merta digunakan sebagai angkutan material tambang. Perubahan fungsi itu wajib melalui pemeriksaan teknis ulang dan harus tercatat dalam Sertifikat Uji Berkala (KIR). Jika kendaraan tetap beroperasi tanpa uji perubahan fungsi, maka kendaraan tersebut secara hukum dianggap tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Aturannya diatur tegas dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya pada pasal mengenai kewajiban uji berkala dan kesesuaian fungsi kendaraan. Pelanggaran atas ketentuan itu dapat dikenai tindakan administratif berupa penilangan, pencabutan izin operasional, hingga larangan beroperasi.
Kehadiran truk-truk sawit yang dipakai untuk mengangkut pasir ini memunculkan pertanyaan serius terhadap kinerja pengawasan Dinas Perhubungan Kota Cilegon, terutama pada bagian pengujian KIR. Sejumlah warga mengaku heran bagaimana kendaraan-kendaraan tersebut dapat lolos uji KIR jika fungsinya jelas tidak sesuai dengan spesifikasi awal. Bahkan ada dugaan bahwa pengawasan fungsi dan kelayakan kendaraan tidak dilakukan secara maksimal, sehingga praktik alih fungsi kendaraan seperti ini dibiarkan terjadi tanpa penindakan.
Selain aturan pusat, wilayah Banten juga memiliki regulasi yang memperkuat pengawasan kendaraan besar. Melalui kebijakan Gubernur Banten tentang pembatasan operasional truk besar—termasuk kendaraan angkutan tambang—pemerintah daerah diwajibkan mengawasi jam operasional, jalur yang diperbolehkan, serta standar teknis kendaraan yang beroperasi di jalan umum. Jika truk yang peruntukannya bukan truk tambang tetap digunakan untuk mengangkut material pasir, maka itu merupakan pelanggaran terhadap ketentuan provinsi dan dapat dikenai sanksi administratif hingga penertiban lapangan.
Praktik alih fungsi kendaraan ini juga berdampak langsung pada masyarakat. Truk yang tidak sesuai spesifikasi rawan kelebihan muatan, mudah mengalami kerusakan teknis, dan meningkatkan risiko kecelakaan. Selain itu, operasi truk tambang non-standar kerap menimbulkan debu, kebisingan, dan percepatan kerusakan jalan yang akhirnya menjadi beban publik. Warga mempertanyakan peran Dishub Kota Cilegon sebagai lembaga yang bertugas mengawasi kelayakan kendaraan agar tetap sesuai peruntukan dan tidak membahayakan pengguna jalan lain.
Wartawan Bidik Banten telah berupaya meminta klarifikasi langsung kepada pihak Dinas Perhubungan Kota Cilegon mengenai temuan truk sawit pengangkut pasir ini, termasuk pertanyaan seputar proses uji KIR, mekanisme pengawasan fungsi kendaraan, serta penerapan aturan provinsi. Namun hingga berita ini disiapkan, tidak ada tanggapan resmi yang diberikan pihak Dishub.
Ketiadaan penjelasan dari pihak berwenang justru memperkuat keresahan publik bahwa ada celah besar dalam sistem pengawasan kendaraan di Kota Cilegon. Jika persoalan ini tidak ditangani secara serius, maka potensi pelanggaran aturan, keselamatan pengguna jalan, dan kerusakan infrastruktur akan terus berulang. (Handi)


































