SERANG | BIDIKBANTEN.COM – Bursa calon Sekretaris Daerah (Sekda) Banten makin panas, bahkan aroma kampanye hitam dan potensi politisasi mulai terendus! Lima pejabat eselon II resmi ikut ‘adu gagasan’ demi memperebutkan kursi panas Sekda Provinsi Banten.
Kelima kandidat yang masuk radar adalah Kepala BKD Banten Nana Supiana, Asda I Komarudin, Kepala BPKAD Rina Dewiyanti, Kepala DP3AKKB Sitti Ma’ani Nina, dan Sekretaris DPRD Banten Deden Apriandhi Hartawan.
Kepala Sekretariat Panitia Seleksi, EA Deni Hermawan, menyebutkan bahwa saat ini para calon tengah diseleksi melalui makalah berisi gagasan.
“Pansel akan menguji tajam makalah itu lewat sesi presentasi dan wawancara pada Kamis, 5 Juni 2025,” ujar Deni di Serang, Selasa (3/6/2025).
Setelah proses selesai, Pansel bakal menyodorkan tiga nama terbaik ke Gubernur Banten. Sang Gubernur nantinya akan mengusulkan satu nama ke Presiden melalui Mendagri.
Yang jadi pertanyaan: transparan enggak nih?
Kampanye Hitam dan Ancaman Politisasi
Suara kritis datang dari Koordinator Penggerak Mahasiswa Pelajar Banten, Idan Wildan, yang mewanti-wanti agar proses seleksi tidak dijadikan ajang adu serangan politik.
“Sudah ada indikasi kampanye hitam terhadap salah satu calon. Ini bahaya! Bisa menggiring opini sesat dan mencederai kompetisi sehat,” tegas Idan.
Menurutnya, politisasi semacam itu bukan cuma merusak citra birokrasi, tapi juga menampar prinsip demokrasi yang sedang dibangun.
Sekda Bukan Sekadar Tukang Teken
Pengamat kebijakan publik dari Untirta, Ail Muldin, ikut angkat bicara. Ia menyebut ada tiga hal krusial dalam proses seleksi Sekda:
1. Transparansi profil dan rekam jejak
2. Kemampuan menerjemahkan visi-misi Gubernur ke dalam RPJMD
3. Kepiawaian menjalin komunikasi strategis dengan OPD dan publik
“Gubernur harus terbuka! Jangan sampai kesannya ada balas budi politik. Sekda itu harus jadi mesin percepatan pembangunan, bukan sekadar tukang teken dokumen,” kritik Ail.
Ia juga mewanti-wanti bila ada calon dari pusat yang ditarik ke Banten tanpa adaptasi lokal.
“Secara aturan bisa kuat, tapi kalau enggak ngerti kultur lokal dan aspirasi rakyat bawah, ya bisa jadi blunder!” tuturnya.
Siapa yang Layak?
Kini bola panas ada di tangan Gubernur Andra. Akankah proses ini dijalankan transparan dan objektif? Atau justru tersandera kepentingan politik? Yang pasti, publik Banten sedang menyaksikan!
(*/red- 02)