CILEGON – Tahun ajaran baru, sistem baru. Pemerintah Kota Cilegon resmi mengganti sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB), yang akan berlaku mulai tahun ajaran 2025/2026. Semua sekolah negeri maupun swasta di wilayah Cilegon wajib mengikuti perubahan ini.
Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Suhanda, menyebut bahwa pihaknya telah memulai sosialisasi ke kepala sekolah setelah petunjuk teknis (Juknis) dan petunjuk pelaksanaan (Juklak) diteken Wali Kota.
“Kami sudah sosialisasikan ke kepala sekolah yang ada di Kota Cilegon,” ujar Suhanda, Jumat (23/5/2025).
Namun untuk sosialisasi luas ke masyarakat, pihaknya mengaku masih menunggu waktu yang pas.
“Kami sedang mencari waktu yang tepat agar semua pihak bisa paham tentang sistem baru ini,” imbuhnya.
Wali Kota Cilegon, Robinsar, turut membenarkan bahwa saat ini tengah dilakukan koordinasi lintas dinas untuk menyiapkan peluncuran sistem SPMB agar pelaksanaannya berjalan efektif dan efisien.
“Sedang dikoordinasikan dengan dinas terkait,” singkatnya.
Sementara itu, warga mulai angkat suara soal perubahan ini. Alih-alih antusias, sebagian besar justru merasa bingung dan cemas.
Ibu Dedeh, warga Cibeber, mengaku resah, “Tiap tahun sistem ganti, tapi kita gak pernah benar-benar dikasih penjelasan. Jangan-jangan ujung-ujungnya kita bingung lagi pas daftar.”
Keluhan serupa datang dari Pak Rohmat, seorang sopir angkot.
“Kalau cuma ganti nama tapi prosedurnya sama-sama ribet, mending gak usah ganti. Yang penting itu aksesnya mudah dan adil,” katanya.
Di media sosial, netizen juga ramai memperdebatkan efektivitas sistem baru ini. Sebagian khawatir SPMB hanya sekadar rebranding tanpa solusi konkret dari masalah-masalah klasik di PPDB: zonasi gak jelas, sistem ngadat, dan dugaan titipan.
Dari sisi pemerintah, SPMB digadang-gadang lebih transparan, tertib, dan efisien. Tapi warga berharap, jangan cuma slogan—melainkan juga aksi nyata dan komunikasi terbuka.
Karena kalau sistem baru gak disertai penjelasan yang menyeluruh, maka yang terjadi bisa-bisa bukan pendidikan yang merata, tapi kebingungan yang berjamaah. (*/Dik)