CILEGON — Di tengah tekanan ekonomi yang makin membabi buta, para orang tua murid di Kota Cilegon malah mendapat cobaan baru dari dunia pendidikan: kegiatan renang berbayar yang digelar Sekolah Dasar Negeri (SDN) dari kelas 1 sampai kelas 6. Biayanya? Rp50.000 per anak. Lokasinya? Bukan kolam sekolah atau kolam warga, tapi langsung ke Krakatau Water World (KCC). Tempat elite yang tiket dan jajannya sama-sama bikin nyesek. Yang lebih nyeleneh, orang tua pendamping pun ikut dipungut Rp50.000.
Pertanyaannya: apa manfaatnya buat anak kelas 1 SD ikut renang ke KCC? Apakah tidak ada kegiatan edukatif yang lebih sederhana dan hemat? Atau memang sudah kehabisan ide, lalu yang penting “ada kegiatan” meski bikin pusing kepala orang tua?
Kegiatan ini tetap dijalankan seolah guru dan kepala sekolah sudah tidak peka lagi terhadap kondisi ekonomi keluarga murid. Banyak orang tua yang merasa ini seperti pemaksaan gaya baru — dibungkus rapi dengan label “pengembangan diri” atau “ekskul,” padahal isinya murni beban biaya tambahan. Anak yang nggak ikut bisa disindir atau jadi bahan ledekan, anak yang ikut, orang tuanya jungkir balik cari duit.
“Anak saya baru kelas 1, masih takut air, kok udah harus renang di KCC segala. Ini kegiatan atau beban terselubung?” keluh, salah satu wali murid.
“Gaji saya buruh harian, anak dua sekolah semua. Masa iya setiap ada kegiatan harus keluar uang segini banyak?” tambah wali murid yang lain.
“Kalau nggak ikut, anak saya takut diledek temannya. Tapi kalau ikut, saya harus ngutang buat bayar. Ini yang bikin miris,” kata seorang ibu, yang sudah melakukan pembayaran acara renang anaknya di sekolah.
Dan ternyata, ini bukan kali pertama. sebelumnya juga pernah bikin acara nonton bareng film remaja yang bahkan tidak relevan untuk anak SD, dan tetap dikenai tiket mahal. Pernah juga anak-anak kelas 1 SD disuruh ikut kegiatan membatik di sanggar batik milik pejabat, yang sekali lagi: dengan biaya tinggi. Padahal anak kelas 1 aja belum tentu ngerti batik itu apa, selain motif di seragam.
Wajar bila orang tua mulai bertanya: Sekolah sekolah ini sedang mendidik atau sedang jual paket kegiatan? Di mana rasa empati terhadap realita hidup masyarakat?
Walikota baru, Robinsar – Fajar Hadi Prabowo, yang masih berkutat di program 100 hari kinerjanya, dengarlah keluhan ini. Jangan biarkan dunia pendidikan di kota ini hanya jadi ajang formalitas mahal yang tidak memihak rakyat kecil. Kalau kepala dinas tidak bisa mendengar jeritan dompet rakyat, mungkin memang sudah waktunya diganti dengan yang lebih punya hati. (Dik*/red)
DISCLAIMER: Artikel ini ditulis berdasarkan keluhan nyata dari sejumlah orang tua murid yang tidak ingin disebutkan identitas lengkapnya. Tujuan dari tulisan ini adalah menyuarakan aspirasi dan kegelisahan masyarakat secara konstruktif, bukan untuk menyerang pribadi atau lembaga tertentu. Klarifikasi dan tanggapan dari pihak terkait tentu sangat terbuka dan diharapkan.
—