“Renang atau Tenggelam? Orang Tua Siswa SDN di Cilegon Keberatan, Dompet Tercekik demi Acara Guru”

5119

images 57

CILEGON – Di tengah derasnya gelombang harga kebutuhan pokok yang melambung, wali murid di sejumlah Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kota Cilegon justru dibuat “basah kuyup” oleh keputusan sekolah mengadakan acara renang di Kolam Renang Metro Cilegon dengan biaya Rp50.000 per anak.

Bukan cuma mahal, acara yang dikemas bak ‘piknik ceria’ itu malah bikin kepala orang tua mendidih. Bagaimana tidak? Di tengah ekonomi yang makin cekik leher, harus keluar duit puluhan ribu untuk sebuah kegiatan yang disebut-sebut “pembelajaran di luar kelas”—yang entah di mana relevansi dan urgensinya bagi anak kelas 1 SD yang bahkan belum bisa berenang!

“Ini bukan belajar berenang, ini belajar bagaimana dompet bisa tetap bertahan di tengah gelombang!” sindir salah satu wali murid yang enggan disebut namanya.

Lebih menyakitkan, orang tua yang menemani anak pun dipaksa bayar dengan tarif yang sama: Rp50.000. Masuk, duduk, ngeliatin anak main air, bayar mahal. Belum lagi jajan anak-anak di lokasi yang harganya bikin kantong cenat-cenut. Satu botol air mineral saja bisa bikin senyum hilang.

Pertanyaannya, di mana hati nurani guru-guru ini? Apakah mereka sedang membuka cabang bisnis pariwisata berkedok pendidikan? Atau sedang cari-cari celah proyek basah—secara harfiah dan finansial?

Yang lebih miris, bagi siswa yang tak ikut kegiatan ini karena kendala biaya, ada ancaman sosial yang nyata: dikucilkan, diledek, dianggap “nggak gaul.” Di usia semuda itu, tekanan mental dari lingkungan bisa menjadi luka yang lama sembuhnya.

Guru-guru seharusnya menjadi teladan empati, bukan agen travel musiman. Acara berenang boleh saja, tapi waktunya, manfaatnya, dan biayanya harus masuk akal. Masa iya, anak-anak diajari gaya dada di kolam renang, sementara orang tuanya ngos-ngosan menahan beban ekonomi?

Mungkin sudah waktunya para pendidik ini berenang sejenak di kolam empati. Sebab kalau tidak, bukan hanya anak-anak yang tenggelam, tapi juga kepercayaan masyarakat pada dunia pendidikan kita.

Disclaimer:
Tulisan ini merupakan bentuk kritik sosial dari masyarakat terhadap fenomena kebijakan sekolah yang dinilai kurang mempertimbangkan kondisi ekonomi wali murid. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menyerang individu, instansi, atau lembaga tertentu, serta tidak mewakili tuduhan hukum apa pun.