Audiensi antara Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Provinsi Banten dengan PT Wilmar Padi Indonesia (WPI), yang digagas oleh Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Banten, Senin (4/9/2023) berakhir deadlock atau buntu.
Tidak ada solusi dari mediasi itu, karena keduanya bersitegang dan tetap berpegang teguh pada kebenaran argumentasi yang diyakininya masing-masing.
Ketua Perpadi Provinsi Banten Anis Fuad mengklaim, PT WPI telah mengkooptasi pembelian seluruh gabah dari petani di Banten dengan harga yang cukup tinggi. Sehingga dengan itu, para pengusaha penggilingan lokal tidak mendapat stok gabah karena sudah habis.
Oleh karenanya, Perpadi Banten meminta agar PT WPI untuk berhenti beroperasi alias tutup. Jika tidak, silahkan beroperasi namun jangan membeli gabah dari petani di Banten.
“Lebih dari 80 persen gabah di Banten ini diambil oleh PT WPI. Mereka mengkooptasi itu,” kata Anis.
Anis juga membantah, jika saat ini PT WPI hanya menyerap gabah petani 2-4 persen saja. Pasalnya kondisi di lapangan tidak demikian.
“Kita tidak tahu kan seperti apa kondisi reel-nya. Silahkan saja berkilah dengan basis data yang mereka miliki, karena di lapangan para pengusaha penggilingan lokal dibuat mati dengan keberadaan PT WPI ini,” ujarnya
“Karena ini buntu, kami akan melanjutkan audiensi ini dengan Pj Gubernur Banten. Seharusnya sekarang juga beliau yang menerima, namun karena sedang ada acara dalam waktu yang bersamaan, akhirnya diwakilkan oleh Dinas Pertanian. Kita masih menunggu,” sambungnya.
Penanggungjawab PT WPI Provinsi Banten, Saronto membantah, jika pihaknya melakukan kooptasi gabah petani di Banten dengan harga tinggi.
Menurutnya, hal itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan dalam dunia usaha, karena jelas akan berdampak buruk pada operasional perusahaan.
“Silahkan saja cek di lapangan, dimana kami membeli dengan harga tinggi yang mencapai Rp14.000/kg gabah seperti yang dituduhkan,” pungkasnya.
Menurut Saronto, pihaknya membeli gabah dari petani dengan harga normal seperti yang telah ditetapkan. Kalau terlalu rendah, para petani tentu akan lari, pun ketika terlalu tinggi perusahaan akan mengalami kerugian.
Kemudian, pihaknya juga saat ini hanya menyerap 2-4 persen saja gabah dari petani. Bahkan bisa tidak sama sekali karena saat ini kondisi gabah di pasaran sedang susah.
“Kami siap diaudit data itu,” imbuhnya.
Akan tetapi, lanjutnya, siap tidak mereka menanggung resikonya jika apa yang mereka tuduhkan kepada PT WPI itu tidak benar dan berkonsekuensi hukum. Pihaknya membeli gabah dari petani dan penggiling Rp6.800/kg, bukan Rp14.000/kg.
“Bulan Agustus ini kami tidak mendapatkan gabah, makanya kami memanfaatkan stok yang ada dari panen sebelumnya, itu yang kami olah. Makanya penjualan kami juga droup,” pungkasnya.
Saronto mengaku, pihaknya juga siap duduk bersama untuk menentukan harga jual gabah baik dari petani maupun penggilingan, dengan syarat ada ‘wasit’ yang mengawasinya. Itu fair. Namun jika perusahaan harus membeli dari mereka, itu tidak mungkin karena perusahaan juga bisa membeli gabah itu sendiri.
“Mereka ini ada propokator dibelakanganya. Makanya kami menolak keras jika mereka meminta kami tutup, karena tidak ada pelanggaran yang kami lakukan, semuanya sudah sesuai mekanisme aturan pasar yang berlaku,” jelasnya.
Hal yang sama, juga dikatakan General Manager PT WPI Teneng Sumiri. Menurutnya, perusahaan dengan kapasitas yang ada hanya mampu menyerap gabah petani sekitar 20 persen saja dalam kondisi normal. Sehingga dirinya juga mempertanyakan, 80 persen sisanya itu didistribusikan kemana.
“Dalam kondisi sulit seperti ini, kami juga sama tidak mendapatkan stok gabah. Silahkan teman-teman cek sendiri,” pungkasnya.
Sementara, Kepala Distan Provinsi Banten Agus M Tauchid mengatakan, terhadap persoalan itu Pemprov Banten akan mengambil jalan yang terbaik untuk semua pihak. Perpadi dengan data yang dikumpulkan dari lapangan serta PT WPI dengan data yang dimilikinya berbeda jauh.
Oleh karena itu, apa yang mereka aspirasikan itu akan ditampung dan langsung disampaikan ke pimpinan untuk mungkin ada beberapa solusi atas persoalan ini.
“Kita akan mempelajari secara seksama masing-masing data itu, kemudian kita sandingkan data dari petani padi di Banten apakah merasa diuntungkan atau dirugikan dengan kehadiran Wilmar. Selanjutnya akan kita sandingkan dengan data menurut Wilmar dan menurut Dinas. Setelah itu baru Pak Gubernur bisa memberikan solusi dengan sumber data masing-masing yang dikonfrontir ke masing-masing pihak,” jelasnya.
Sumber: Satelit News