Pilkada di tengah pandemi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan bagikan sarung tangan kepada 105 juta pemilih untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari virus saat pemungutan suara.
“Pada Pilkada yang akan digelar pada 9 Desember 2020 sebanyak 105 juta pemilih akan mendapatkan sarung tangan agar tidak terkontiminasi virus,” terang Safrizal.
Hal itu disampaikan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Dr. Safrizal ZA, M.Si dalam acara talkshow bertema “Pilka Sehat di Masa Pandemi” yang diselenggarakan di Media Center Graha BNPB, Jakarta, Jumat (20 /11/2020) sore.
Acara yang berlangsung secara daring tersebut juga menghadirkan pembicara Ketua KPU Arief Budiman, dan Host : Anastasya Putri.
Safrizal menambahkan sebelum masuk Tempat Pemungutan Suara (TPS), masyarakat akan mendapatkan sarung tangan dari plastik untuk mencegah dari Covid-19.
Selain itu, kata dia, KPU juga akan melakukan pengaturan jarak di antara pemilih, termasuk pengaturan jarak saat mereka duduk yang memanjang ketika menunggu panggilan untuk menggunakan hak suaranya.
“Setelah mereka menggunakan hak pilihnya dan akan meninggalkan TPS, maka sarung tangan tersebut dibuang ke tempat sampah yang sudah disediakan di sekitar TPS. Setelah itu mereka akan diminta pulang ke rumah masing masing, sehingga tidak terjadi kerumunan di TPS,” terang Safrizal.
Terkait penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi, Safrizal menjelaskan bahwa Pilkada ini sudah merupakan keputusan kolektif antara Pemerintah, DPR dan KPU serta Bawaslu, papar dia.
Safrizal juga mengatakan bahwa kita sudah diperkenalkan dengan New Normal untuk beradaptasi di tengah pandemi dengan protokol kesehatan.
“Jadi sepanjang itu dilakukan dengan protokol kesehatan secara ketat di tengah masyarakat, baik di pasar, atau di mal tidak terkecuali di Pilkada,” terang Safrizal.
Safrizal juga menegaskan tentang pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi Covid-19. Pilkada ini untuk mendapatkan pemimpin (kepala daerah) yang memiliki legitimasi dari rakyat.
“Sebab kalau pemimpin, punggawa atau komandan statusnya masih sementara, maka legitimasinya tidak kuat, karena sedikit banyak memiliki keraguan, sedikit banyak keterbatasan kewenangannya dalam mengambil keputusan nantinya ,” terang Safrizal.
Dia menambahkan dengan terpilihnya pemimpin yang memiliki legitimit maka akan melanggengkan proses pemerintahan di daerah. “Kita membuo ini untuk bisa melawan Covid-19,” tegas Safrizal.
Sedangkan Arief Budiman menjelaskan Pilkada tahun ini, merupakan pilkada terbesar dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia.
“Pilkada ini akan digelar serentak di 270 daerah pada 9 Desember 2020 mendatang, dan akan diikuti oleh 105 juta pemilih,” terang Arief. (johara)