Jual Pabrik, Krakatau Steel Dekati Nippon Steel dan Posco

1831

1594224093

PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) mencari mitra strategis yang berminat mengakuisisi pabrik peleburan baja tanur tinggi atau blast furnace milik perseroan. Krakatau Steel telah melayangkan surat penawaran ke perusahaan baja asing, seperti Nippon Steel dan Pohang Iron and Steel Company (Posco).

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, pihaknya mencari mitra strategis yang ingin mengambil alih blast furnace. Perseroan sebelumnya telah menghentikan operasional pabrik tersebut sejak 5 Desember 2019 lantaran dinilai tidak mampu menghasilkan baja dengan harga bersaing atau tidak efisien.

“Kami terus undang mitra strategis untuk blast furnace. Kami sudah tidak mau karena ini berisiko,” kata dia dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, di Jakarta, Rabu (8/7).

Sebagai informasi, Krakatau Steel meresmikan blast furnace pada Desember 2018, yang kemudian disusul oleh produksi baja komersial berupa hot rolled coil (HRC) pada September 2019. Investasi pabrik ini juga dinilai sebagai salah satu yang menyumbang cukup besar terhadap total beban utang investasi perseroan. Sebelum penyetopan operasional blast furnace, pernah muncul polemik dari Komisaris Independen Krakatau Steel, Roy Edison Maningkas, yang sempat mengajukan surat pengunduran diri pada Juli 2019.

Melalui suratnya, dia menyatakan dissenting opinion atas proyek blast furnace. Ketika itu, dia menyatakan investasi pabrik membengkak menjadi Rp 10 triliun dari semula Rp 7 triliun. Kontraktor pelaksana proyek blast furnace adalah konsorsium Capital Engineering & Research Incorporation Ltd (MCC-CERI) dan ACRE Coking & Refractory Engineering Consulting Corporation (MCC-ACRE) dari Tiongkok, serta PT Krakatau Engineering. S

itu, Krakatau Steel terus melanjutkan program efisiensi biaya guna meningkatkan kinerja keuangan perseroan. Menurut Silmy, hal tersebut telah tercermin pada kinerja kuartal I-2020. Perseroan berhasil menurunkan belanja operasional menjadi US$ 15 juta per bulan dari sebelumnya US$ 33 juta per bulan. Alhasil, perseroan membukukan laba bersih US$ 74,1 juta pada kuartal I-2020, setelah mengalami kerugian selama delapan tahun terakhir.

“Kami mencatat EBITDA positif operasional pada Januari sebesar US$ 7,7 juta, lalu US$ 10 juta pada Februari dan US$ 9,8 juta pada Maret 2020. Semoga selama semester I-2020 kalau diakumulasikan masih bisa positif,” jelas Silmy. Dana Talangan Rp 3 T Silmy menjelaskan, perseroan memerlukan dana talangan sebesar Rp 3 triliun dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang bertujuan menggerakkan industri hilir baja, melalui relaksasi pembayaran konsumen. Usulan perseroan adalah dengan menempatkan dana talangan pada akun giro Special Purpose Vehicle (SPV). Nantinya, penempatan akun giro SPV akan dijadikan jaminan fasilitas dagang (trade facility) untuk membeli bahan baku, yang akhirnya memberikan relaksasi pembayaran kepada pelanggan.

“Krakatau Steel beli bahan baku melalui trade facility yang ada. Kemudian, kami memberikan kepada pelanggan relaksasi pembayaran. Kami berhitung bisa sampai 90 hari kepada mereka agar mereka bisa putar dan order dari yang mereka butuhkan kami bisa supply,” jelas dia.

Saat ini, Krakatau Steel bisa fokus pada kegiatan operasionalnya, setelah perseroan meraih kesekapatan dengan 10 kreditur dalam proses restrukturisasi utang senilai US$ 2 miliar pada Januari lalu.  Aksi ini dinilai mampu memberikan penghematan hingga US$ 685 juta dalam periode sembilan tahun ke depan. Krakatau Steel telah berhasil melakukan penghematan biaya sebesar US$ 130 juta pada kuartal I-2020. Meskipun demikian, kondisi pada kuartal II-2020 diperkirakan berbeda karena kondisi pasar baja yang melemah sampai sekitar 50% akibat dari kondisi ekonomi Indonesia yang sedang mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19. Melemahnya perekonomian nasional telah berdampak pada industri baja, yang jika berlanjut bisa berdampak pada kinerja perseroan selama 2020.

Sumber : Investor Daily