Jakarta – Susunan kabinet Pemerintah Jokowi periode kedua ini diharapkan tidak mengubah nomenklatur atau tata nama kelembagaan yang sudah ada. Sebab sekecil apapun perubahan nomenklatur akan berdampak pada pola kordinasi eksekutif dan legislatif.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto mengimbau Presiden untuk lebih menajamkan tugas dan fungsi kementerian dan kelembagaan yang sudah ada. Daripada merombak susunan kementerian dan lembaga pemerintah, lebih baik presiden membangun sistem kerja terpadu agar masing-masing kementerian dan lembaga dapat bekerja lebih efektif.
“Dampak dari perubahan nomenklatur itu sangat besar. Ini tidak hanya terkait dengan perubahan nama dan logo kementerian tapi juga pada penataan tugas pokok dan fungsi kementerian dan lembaga, penyusunan rencana strategis (renstra), integrasi dan restrukturisasi, reorganisasi SDM hingga merumuskan kembali budaya kerja kelembagaan yang baru. Itu semua butuh waktu yang tidak sebentar,” ujar Mulyanto yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Kementerian Ristek dan Irjen Departemen Pertanian.
Sebelumnya dalam rapat konsultasi dengan Pimpinan DPR, Presiden Jokowi sempat menyampaikan rencana perubahan nomenklatur kementerian. Hal ini dipertegas lagi oleh Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Slamet Soedarsono di Jakarta, Senin 21 Oktober 2019.
Di periode kedua ini rencananya Jokowi akan mengembalikan urusan pendidikan tinggi ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Status Kementerian Riset dan Teknologi diubah menjadi Badan Riset. Tugas pokok Kementerian Maritim ditambah dengan urusan investasi. Selanjutnya urusan ekonomi kreatif yang semula ditangani oleh suatu badan akan dikembalikan ke Kementerian Pariwisata.
“Saran saya sebaiknya Presiden jangan mengubah nomenklatur. Meskipun Presiden memiliki hak prerogtif untuk menentukan bentuk kabinet tapi implementasi perubahan itu di lapangan cukup rumit. Tidak semudah membalikan telapak tangan,” kata Mulyanto. (Subhan)