Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan masih kesulitan untuk mendata para narapidana yang berada di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) di seluruh Indonesia.
Komisioner KPU, Viryan Aziz menyatakan pihaknya terus mengusahakan hak memilih bagi setiap warga negara Indonesia tak terkecuali narapidana atau napi. Data sementara, pemilih di lapas dan rutan banyak yang belum masuk sebagai daftar pemilih karena belum melakukan perekaman e-KTP.
“Kami mendapatkan informasi dari 510 lapas dan rutan yang ada, perekaman KTP elektronik mayoritas dilakukan (baru) untuk napi lokal. Padahal, sebagian besar penghuninya itu bukan hanya warga setempat (lokal),” ujarnya di Gedung KPU Jakarta, Jumat (22/2/2019).
Menurutnya, dari dari 510 lapas/rutan tersebut baru 93 orang napi yang telah melakukan perekaman e-KTP. Artinya, sebagian besar napi yang diketahui bukan berasal dari daerah mereka mendekam belum memiliki dokumen kependudukan guna syarat memilih.
“Ini membuat kami kesulitan untuk melakukan pendataan. KPU mendata pemilih kan harus dengan dasar dokumen kependudukan,” ungkapnya.
KPU, sambungnya terus mencari solusi dengan koordinasi bersama pihak terkait. Hal ini menyusul opsi napi mendekam di luar wilayah domisili memilih bisa dimasukkan ke dalam daftar pemilih tambahan dengan syarat data masuk sebulan sebelum hari pemungutan suara.
“Jadi Kami akan berkoordinasi dukcapil dengan pemerintah dengan Bawaslu mencari jalan keluar,” tegasnya.
Sementara itu, Komisioner KPU Hasyim Asyari menyatakan pihaknya optimis partisipan peserta pemilu dalam Pilpres April 2019 mendatang, dapat mencapai 77,5%. “Ini sebenarnya tantangan kepada peserta pemilu. Targetnya 77,5% untuk partisipasi,” tegasnya. (Her)