Menjadi anggota Dewan memang sangat didambakan bagi sebagian kalangan penggiat partai politik, atau yang biasa disebut politisi.
Betapa tidak, status dan kehormatan secara otomatis dapat terangkat manakala seorang caleg terpilih menjadi anggota dewan, segala jerih payahnya dalam usahanya dengan segala ambisi yang dan tujuan terbayar lunas meskipun jika di kalkulasi dengan teori ekonomi tidak masuk rumus antara pengeluaran (cost politik) dan pemasukannya yang berupa gaji sebagai pejabat 5 tahunan.
Fenomena tersebut seringkali tidak disadari oleh sejumlah politisi yang berambisi menjadi anggota dewan, “memangnya cukup apa gaji dan tunjangan anggota dewan dengan pengeluarannya saat dia mencalonkan diri. Pastinya banyak yang mengeluh ketika mereka yang sudah banyak keluar duit sementara setelah terpilih gak balik modal, bukti ya sudah banyak yang ngeluh dan sering menghindar ketika para caleg itu sudah jadi anggota dewan dengan alasan macam-macam”celetuk Agung, salah seorang warga sambil mengamati baliho ukuran besar yang hampir menutupi separuh rumah tetangganya.
Belum lagi soal tugas dan fungsi anggota dewan yang belum banyak dipahami oleh sebagian para caleg yang seringkali salah kaprah dalam menjual visi misinya.
“Ada caleg yang sudah berani menggaransi jika dia terpilih akan mengentaskan pengangguran dan membangun ini itulah, padahal tugas dan fungsi anggota dewan itukan cuma mengusulkan bukan pengambilan kebijakan, karena yang memutuskan itukan eksekutif sementara fungsi Legislatif tidak seperti eksekutif. Mereka pada paham gak yah?”ujar Yanto, warga Jombang yang berprofesi sebagai pedagang baso keliling. (Her)