Kisah Indah ini berawal sejak 10 tahun lalu. Kala itu, dia pergi ke Desa Parigi di Pandeglang, Banten. Ketika masuk desa, Indah mencium bau luar biasa yang setelah diselidiki rupanya berasal dari kotoran yang berserakan akibat warga buang hajat sembarangan, terutama di balik pohon.
“Begitu masuk desa, baunya luar biasa, sudah kecium baunya. Perilaku seperti itu masuknya satu desa. Jangan bayangkan sekarang, kepala desa juga rata-rata juga nggak punya jamban, jadi satu desa,” kata Indah, Sabtu (22/12/2018).
Kondisi itu memicu Indah mengajak warga mengubah perilaku mereka. Dia pun memutuskan memberi pendampingan bagi warga.
Indah mengatakan dia menginisiasi arisan jamban bersama ibu-ibu setempat. Uang yang dihasilkan akan digunakan untuk membangun jamban sederhana agar warga tak buang hajat sembarangan lagi. Setelah Desa Parigi bebas dari warga yang buang hajat sembarangan, Indah pun pindah ke desa lain.
Arisan yang sama ia lakukan di desa-desa di wilayah Pandeglang dan Lebak. Penyebabnya, menurut Indah, masih banyak warga buang hajat di kebun-kebun.
Foto: Bahtiar Rivai
|
Sepuluh tahun berlalu, Indah mengatakan ada 50 ribu warga binaan yang perilakunya telah berubah. Sekarang setidaknya ada 10 ribu jamban di Pandeglang dan Lebak yang terbangun lewat gotong royong warga tanpa subsidi dari pemerintah. Semuanya berawal dari ide arisan jamban yang dicetuskan Indah 10 tahun lalu.
“Sepuluh tahun ini ada 50 ribu warga berubah perilakunya dan ada 10 ribu jamban terbangun tanpa subsidi,” ujarnya.
Indah mengatakan ia dibantu 10 relawan, termasuk mahasiswa dan 1 koordinator lapangan. Selain membebaskan warga dari kebiasaan buang hajat sembarangan, ia membangun permodalan bagi UMKM di bawah bendera LAZ Harfa. Lewat lembaga ini, ia mengajak ibu-ibu agar mandiri membangun ekonomi keluarga.
“Kita ingin masyarakat mandiri, punya kekuatan sendiri. Bantuan seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) bagi kami tidak menyelesaikan masalah. Kami ingin masyarakat mandiri,” kata ibu dari Anisa dan Aisyah ini. (bri/haf)