Menurut Rahma, terjadinya gempa susulan tersebut sebetulnya merupakan indikasi dari satu bidang patahan. Oleh karena itu ia menilai setelah gempa susulan itu selesai, maka akan terlihat pola gempa susulan. “Sehingga bisa dipahami bidang gempanya seperti apa”ujar Rahma.
Rahma mengatakan bahwa gempa bermagnitude 8,7 Skala Richter (SR) berpotensi mengguncang Pulau Jawa. Namun tidak bisa diketahui kapan perulangan tahunnya akan terjadi. “Semakin besar gempanya, semakin lama siklusnya, dan semakin kecil gempanya siklus makin cepat,” ujarnya.
Wanita lulusan S3 Nagoya University tersebut mengatakan, dengan teknologi yang ada saat ini gempa bisa diprediksi dalam arti untuk menghitung berapa besarnya potensi energi yang ada. “Kami bisa memantau itu dengan metode GPS ya, tapi kami punya yang tipe scientific. Ketelitianmya 0,1 milimeter. Dengan itu kami bisa menghitung berapa akumulasi data yang tersimpan dalam suatu bidang,” katanya.
Peneliti Pusat Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung (ITB) Nuraini Rahma Hanifah menyatakan, ada dua dugaan penyebab gempa yang terjadi secara berturut-turut belakangan ini di Banten dan sekitarnya. Pertama, diduga dari terusan sesar Cimandiri (patahan Pelabuhan Ratu) yang menerus ke laut, dan kedua dikarenakan terjadi di dalam lempeng subduksi.
“Kalau misalkan ternyata (kedalaman lempeng) lebih dalam dari 50 kilometer maka gempa yang terjadi berada di lempeng Australia. Tapi kalau dia lebih dangkal misalkan 40 kilometer, dugaannya dikarenakan karena sesar Cimandiri, kami masih kaji dalam riset karena kami perlu lagi meningkatkan akurasi,” kata Rahma kepada Republika.co.id, Sabtu (27/1)