Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, mengatakan, Partai Golkar dan Partai Demokrat yang hingga saat ini belum menentukan arah koalisi sebaiknya membentuk poros baru. Poros baru ini, menurut dia, berpeluang menarik dua partai lain yang juga masih mengambang, yaitu Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Hanura. Langkah ini dinilai Hamdi lebih terhormat dibandingkan jika Golkar dan Demokrat ikut bergabung ke poros Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau Partai Gerindra.
“Dua partai besar, Golkar dan Demokrat, bisa berkoalisi dan memunculkan figur alternatif yang akan menjadi ‘kuda hitam’. Saya mendorong begitu. Ketimbang Golkar dan Demokrat ikut-ikutan kok saya melihatnya enggak ada fighting spirit,” kata Hamdi, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2014).
Ia menyadari sulit untuk memunculkan tokoh alternatif yang bisa menyaingi bakal capres PDI-P Joko Widodo atau bakal capres Gerindra Prabowo Subianto. Dia menilai, kedua sosok itu secara elektabilitas sangat kuat dan sulit dikalahkan dalam jangka waktu yang singkat. Namun, menurut dia, pertarungan tidak harus selalu memperhitungkan kalah dan menang.
“Walaupun kalah, tapi terhormat tidak apa-apa. Justru itu bisa jadi kredit politik bagi Demokrat dan Golkar untuk modal mereka di Pemilu 2019 nanti,” ujar Hamdi.
Menurut dia, baik Demokrat maupun Golkar mempunyai tokoh muda yang layak diusung dalam pemilu presiden. Hamdi menyayangkan langkah partai saat ini yang cenderung pragmatis dan memikirkan kemenangan jangka pendek.
“Harusnya diubah paradigma partai-partai itu. Mereka kalau menjadi oposisi, tidak ikut-ikutan, bisa mencuri perhatian rakyat di 2019 dan memetik buahnya. Politik jangka panjang, bukan jangka pendek,” kata Hamdi.