Mantan Walikota Cilegon Tb Aat Syafaat divonis hukuman penjara tiga tahun enam bulan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang pada Kamis (7/3) kemarin. Selain itu juga Aat wajib membayar denda sebesar Rp 400 juta subsider tiga bulan penjara dan uang pengganti Rp 7,5 miliar. Bila tidak mampu mengganti uang itu dalam waktu sebulan maka harta benda akan disita. Apabila barang yang disita tak mencukupi untuk menutupi uang pengganti maka diganti dengan hukuman selama dua tahun penjara.Sementara fakta dipersidangan terugkap bahwa kerugian negara dalam perkara tersebut mencapai Rp 15,93 miliar lebih, dengan rincian uang untuk memperkaya terdakwa Aat sebesar Rp 7,5 miliar, memperkaya PT Baka Raya Utama (BRU), perusahaan subkontraktor proyek Kubangsari, sebesar Rp 7,73 miliar, dan memperkaya Supadi, Direktur PT Galih Medan Persada (GMP) selaku perusahaan yang dipinjam oleh PT BRU sebesar Rp 700 juta.
“Menimbang, bahwa fakta persidangan terungkap keinginan terdakwa Aat Sayfa’at sudah lama untuk membangun dermaga trestle Pelabuhan Kubangsari, dengan meminta Dinas Pekerjaan Umum (DPU) bersama konsultan, sehingga muncul anggaran senilai Rp30 miliar. Dalam pengumuman lelang di media massa, terdakwa memberikan dana pribadinya senilai Rp8 juta kepada Joni Husban,” ungkap anggota majelis.
Meskipun dibantah terdakwa, kata majelis, Joni di bawah sumpah tetap menerangkan hal itu dan diperkuat dengan keterangan Suherman (Plh Dinas PU Kota Cilegon) bahwa tidak ada anggaran untuk pengumuman lelang.
Selain itu, dalam proyek tersebut majelis hakim menyatakan, Aat menghendaki bahwa untuk pemenang lelang itu adalah PT Galih Medan Persada (GMP) sebagaimana dipinjam bendera oleh PT Baka Raya Utama (BRU) yang dipimpin H Lisma Imam Riyadi (alm).
“Kemudian Joni menyusun harga lelang dengan menghubungi Budiarto selaku ketua panitia lelang,” ungkap majelis.
Selain itu, adendum kontrak dilakukan Suherman dari anggaran semula Rp 45 miliar menjadi Rp49 miliar lebih karena terdakwa Aat menghendaki membangun causeway. Majelis hakim juga menyatakan, mengenai penyetoran uang beberapa kali ke rekening Aat di Bank BJB senilai total Rp 5 miliar lebih oleh Riska Budi Mustika (mantan ajudan), tidak dapat meyakinkan majelis hakim karena tidak ada bukti bahwa uang tersebut berasal dari keuntungan hotel.
Begitu juga soal uang yang disetorkan sebagai hasil penjualan mobil, tanah, dan ruko sebagaimana keterangan Riska Budi Mustika, tidak dapat meyakinkan majelis hakim. “Hal itu beralasan karena adanya perpaduan penarikan yang dilakukan H. Lisma Imam Riyadi dengan Nana dengan penyetoran itu sudah klop seluruhnya. Diperkuat dengan adanya beberapa paraf saksi pada ban (pengikat uang),” kata majelis hakim. (**)