23 Oktober Ditetapkan Jadi Hari Santri Nasional, PPP Janjikan Kualitas Pendidikan Salafi

3748

romySerang, (bidikbanten.com) – Ditetapkannya 23 Oktober menjadi Hari Santri Nasional, merupakan salah satu wujud kepedulian pemerintah terhadap keberadaan santri dan Pondok Pesantren (Ponpes) di Indonesia.

Hal tersebut, diungkapkan Politisi Partai Pesatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy, bahwa Hari Santri Nasional (HSN) dan Pekan Olahraga Seni Pondok Pesantren Nasional (Pospenas) merupakan bentuk pengakuan pemerintah terhadap kontribusi para santri dan pondok pesantren.

“Dengan ditetapkannya 23 Oktober menjadi Hari Santri Nasional ini, merupakan bentuk pengakuan negara terhadap peran serta kaum santri terhadap Indonesia. Program yang telah dicanangkan sejak tahun lalu di Mesjid Istiqlal, sampai pada ditetapkannya (HSN, red), pemerintah sudah mengakui keberadaan santri dan Ponpes akan pembangunan Bangsa Indonesia,” ujar Romahurmuziy, kepada sejumlah awak media, saat menghadiri acara pembukaan Pospenas, di Stadion Maulana Yusuf, Kota Serang, Sabtu (22/10/2016).

Romahurmuziy yang akrab dipanggil Romy ini mengaku, keberadaan Pondok Pesantren di Indonesia, angkanya telah mencapai sekitar 29 ribu, dan hal tersebut merupakan bukti, bahwa Ponpes menjadi komponen penting dalam membangun dan menjaga moralitas bangsa.

“Kita tahu persis gelombang globalisasi begitu kencang menyerbu Indonesia, dan benteng besarnya untuk menghadang itu adalah agama, dimana agama khususnya Islam, didapat dari pondok pesantren-pondok pesantren yang ada,” ungkapnya.

Dengan dibukanya Pospenas langsung oleh Presiden, menunjukan jika santri mempunyai kemampuan yang beragam bukan hanya sekedar berbicara agama tapi juga dalam olahraga dan seni. Romy melanjutkan, setelah negara memberikan pengakuan terhadap keberadaan Pondok Pesantren dan santri sebagai komponen penting, bukan hanya dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, tapi juga mengisi kemerdekaan Indonesia. Pihaknya akan mendorong rencana undang-undang tentang pendidikan madrasah dan pendidikan keagamaan, sebagai landasan penambahan anggaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan madrasah di Indonesia.

“Kita ketahui, bahwa kehidupan di Pondok Pesantren masih kurang dari cukup, ada satu kamar yang diisi oleh puluhan santri,  dan itu cukup memprihatinkan, atas dasar keprihatinan tersebut, kami akan mendorong agar kualitas kehidupan para santri, mendapat perhatian yang sama dari pemerintah,” katanya.

Selain terkait anggaran dan peningkatan kualitas, Romi menyatakan, pihaknya pun akan mendorong agar pendidikan salafi bisa disetarakan dengan madrasah, dengan dasar peraturan Kementrian Agama yang memberikan penyetaraan berupa sertifikasi yang disebut Mu’adalah, atau penyamaan antara pendidikan salafi dan madrasah yang sudah bergabung dengan Kurikulum Nasional.

“Kami berharap, hal ini (Sertifikasi Kemenag, red) bisa menjadi dasar agar disetarakan pendidikan salafi dan madrasah. Jika ini (penyetaraan, red) bisa dilakukan, maka pendidikan salafi yang sebelumnya informal, bisa menjadi formal,” pungkasnya. (MG02)